Ultraman, Serial Tokusatsu Masa Lalu yang Berubah untuk Penonton Baru

Published: 13 Apr 2019, oleh Anduril

Lebih dari 50 tahun lalu, Eiji Tsuburaya menciptakan Ultraman yang sangat sukses dan populer di Jepang. Menggunakan formula tokusatsu, Ultraman langsung melesat menjadi tontonan paling favorit saat itu. Hal inilah yang coba dibangkitkan lagi oleh Ultraman Netflix yang mengambil masa setelah Ultra Q (1966).

Review Ultraman Netflix

13 Episode Baru

Ultraman kali ini memiliki jumlah episode yang jauh lebih sedikit ketimbang Ultra Q. Seri ini bukanlah sebuah reboot, melainkan sebuah kelanjutan dari seri aslinya. Jelas akan ada perubahan dibandingkan seri aslinya dan itu sangat jelas terlihat di awal. Film asli Ultra Q adalah sebuah live-action, sementara Ultraman adalah sebuah animasi 3D.

Selain perubahan di atas, ukuran Ultraman dan musuhnya juga mengecil sepenuhnya. Dulu kamu akan melihat sang Ultraman setinggi gedung 100 lantai, sekarang kamu akan diajak menyaksikan Ultraman yang memiliki ukuran normal layaknya manusia.

Tokoh utama Ultraman bergeser dari Hayata (Teruaki Ogawa) ke anaknya yang bernama Shinjiro (Katsuyuki Yamazaki). Event yang terjadi di film ini memang berlangsung 12 tahun setelah akhir dari Ultra Q. Shinjiro yang tidak mengetahui kalau ayahnya adalah seorang Ultraman, menggunakan kemampuan yang dimilikinya dengan sembrono.

Hasilnya Shinjiro malah membuat takut orang-orang disekitarnya dan dikucilkan oleh teman-temannya. Di sisi lainnya, musuh baru bernama Bemular muncul dan mengancam kedamaian Bumi. Hayata yang menggunakan kemampuan lawasnya dan baju tempur baru, ternyata tidak cukup kuat untuk menghadapi Bemular.

Shinjiro yang melihat ayahnya kewalahan, langsung memutuskan menerima tawaran Ide (Ken Uo) untuk mengenakan kostum Ultraman. Tanpa berpikir lebih jauh, Shinjiro langsung terjun dan menghadapi Bemular dari depan. Tanpa kemampuan dan pemahaman penuh, Shinjiro harus melawan musuh besar pertamanya sekaligus memangku tugas pahlawan pelindung Bumi.

Animasi yang Apik

Ada banyak hal yang disukai dalam seri baru ini, tetapi bagi penggemar Ultraman asli, ada juga banyak perubahan yang harus dimaklumi. Animasi CG solid untuk sebagian besar, berkat hadirnya studio veteran Production I.G.

Sayangnya beberapa animasi terlihat kaku dan kurang detail, terutama untuk bagian background dan kadang-kadang pada adegan pertarungan juga. Tapi tenang saja, setelah kamu terbiasa dengan presentasi ini, kamu akan menemukan kalau kekurangan tersebut tidak terlalu mengganggu.

Ultraman versi Netflix ini memiliki fokus yang lebih banyak ketimbang serial TV-nya. Jadi tidak melulu hanya pada monster yang harus dimusnahkan di hari itu, tetapi ada juga faktor-faktor lainnya. Seperti misalnya pekerjaan investigasi oleh para penegak hukum dan penjelasan penuh terhadap kehidupan sehari-hari Shinjiro.

Serial ini juga merupakan kesempatan untuk mengenal Ultraman yang serba baru, terutama ketika Shinjiro mempelajari batas-batas kekuatannya. Tanggung jawab yang muncul seiring dengan fungsi dan popularitasnya, membuat Shinjiro terjerat dalam konflik tersendiri. Dan untuk para puritan di luar sana tenang saja, sebab Ultraman ini masih menggunakan serangan andalannya yang khas, seperti Ultra Slash dan Specium Ray.

Secara keseluruhan, Ultraman adalah tambahan yang patut diterima sebagai kanon, meskipun mungkin terlihat dan terasa sangat berbeda dari aslinya. Pada akhirnya Ultraman versi ini menjelma menjadi sebuah seri yang sangat pas untuk penggemarnya di era modern.

Kamu bisa menyaksikan aksi Shinjiro menjadi Ultraman di Netflix sekarang juga!

Tags

android ios Review netflix series serial serial tv tv tokusatsu ultraman Eiji Tsuburaya animasi 3d

Share Artikel