istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
porno izleporno izleporno izleporno izleporno izlepornopornopornopornopornopornopornoporniocoolpornpornspotsex pornosex pornosex pornosex hikayesex hikaye
REVIEW KOMIK

The Sandman, Kisah Sang Raja Mimpi dari Neil Gaiman

Anduril   19 Aug 2022
The Sandman, Kisah Sang Raja Mimpi dari Neil Gaiman

Pada tahun 1989 Neil Gaiman menulis sebuah komik yang berjudul The Sandman untuk DC Comics. The Sandman menceritakan kisah sang raja mimpi Morpheus. Sebenarnya Sandman adalah karakter orisinal buatan Joe Simmons, Michael Fleisher, dan Jack Kirby. Ketiganya membuat The Sandman dari tahun 1974 hingga 1976.

Saat Neil Gaiman meneruskan The Sandman dia diminta Karen Berger untuk tetap menggunakan nama The Sandman, sisanya terserah dirinya. Dari situ Neil Gaiman menjelaskan sosok kurus yang memiliki mata hitam, terkurung di sebuah tempat sempit hingga akhirnya menjadi sosok Sandman yang kita kenal.

Pada tahun 2019, Netflix mengumumkan kalau mereka menunjuk Allan Heinberg untuk mengembangkan The Sandman bersama Neil Gaiman. Berikut ini adalah artikel review yang bisa kamu baca sebelum menonton serial tersebut.

Review The Sandman

Ketika sang raja mimpi terpenjara

(Tom Sturridge) “Dream”, yang merupakan salah satu entitas Endless tidak sengaja tertangkap dalam ritual okultisme oleh bangsawan Inggris Roderick Burgess (Charles Dance). Padahal dia mengincar Death (Kirby Howell-Baptiste) untuk menghidupkan kembali sang anak pertama yang mati terbunuh.

Roderick mencuri totem kekuatan Morpheus yaitu helmnya, sekantong pasir, dan sebuah rubi. Barang-barang tersebut akhirnya diambil oleh kekasih Roderick yang marah, Ethel Cripps (Joely Richardson) yang sedang mengandung anak Roderick.

Beratus tahun kemudian Dream berhasil melarikan diri dari penjaranya. Setelah itu Dream kembali ke dunianya. Di sana, ia menemukan istananya dalam reruntuhan karena ketidakhadirannya yang berkepanjangan. Morpheus mengunjungi Cain (Sanjeev Bhaskar) dan Abel (Asim Chaudhry), untuk mengambil peliharaan mereka, Gregory. Kekuatan tersebut cukup untuk memanggil Fates.

Morpheus berhasil memanggil Fate Mother (Nina Wadia) yang memberitahunya tentang keberadaan peralatannya, kantong pasir dimiliki oleh pengusir setan Johanna Constantine (Jenna Coleman), helmnya di tangan iblis di Neraka, dan batu delima yang digunakan oleh John Dee (David Thewlis) putra Ethel.

Morpheus melacak Constantine, meminta pengembalian kantongnya. Selesai dengan Constantine dia turun ke Neraka di mana dia bertemu Lucifer (Gwendoline Christie). Dia menemukan iblis dengan helm miliknya, tetapi untuk mendapatkannya kembali, iblis menantang Morpheus untuk bermain. Apakah Morpheus dapat mengumpulkan kembali barang-barangnya?

Setia dengan komiknya

The Sandman memiliki banyak legenda mitos horor yang bersinggungan dengan karakter DC lainnya. Jika kalian penggemar karakter DC, pasti tahu silsilah keluarga Constantine. Salah satunya adalah John Constantine yang paling sering kita dengar berkaitan dengan dunia supernatural. Johana di sini juga ikut membantu Dream mendapatkan barang-barangnya.

Namun saat semua barang terkumpul, konflik baru bagi Dream dan kerajaan mimpinya baru saja di mulai. Silsilah keluarga yang mungkin hanya dalam dunia fantasi Neil Gaiman, mendapat visual yang cukup mengesankan dan juga mengerikan.

Kalian dapat melihat bagaimana Death (Gianni Calchetti) bekerja menjemput nyawa tiap orang dengan begitu ramah. Lalu saudara lainnya Despair (Donna Preston) dan Desire (Mason Alexander Park) begitu cemburunya dengan Dream.

Semua konflik supernatural yang tidak biasa ini, akan terus mengikat kalian untuk mengikuti jalan cerita lintas waktu dan lintas dunia. Karena para penguasa setiap hal ini akan terus menonjolkan hal baru yang bersinggungan satu dengan yang lain.

Cast yang pas, tapi dengan sedikit kelemahan

Walaupun The Sandman mengikuti buku komiknya, tapi Allan Heinberg diberikan kebebasan sepenuhnya untuk mengotak-atik beberapa karakter di dalamnya. Yang paling kentara adalah Death yang kini digambarkan bukan sebagai perempuan yang berdandan goth dengan kulit pucat kebiruan.

Selain itu karakter Dream juga mengalami perubahan tampilan. Untungnya perubahan ini masih masuk akal, mengingat kita tidak bisa menampilkan Dream yang dibuat oleh Neil pada versi komiknya. The Sandman di serial ini diperankan dengan apik oleh Tom Sturridge. Walaupun terkesan emo, tapi kami masih percaya kalau dia sang raja mimpi. Terutama saat dia berdialog dengan lawan mainnya.

Ini bukan pertama kalinya Boyd Holbrook menjadi villain. Karena itu kami bisa menangkap karakter Corinthian dengan cepat karena interpretasi Holbrook yang mengerikan. Setiap senyumannya membuat saya merinding ngeri. Gwendoline Christie membuat Lucifer terlihat begitu keren. Mason Alexander Park memerankan Desire dengan begitu menggigit. Jenna Coleman membuat Johanna Constantine langsung menjadi idola. Dan Vivienne Acheampong adalah pustakawati idola kita semua.

Keberhasilan departemen casting The Sandman tidak hanya berhenti di karakter-karakter utama tapi juga orang-orang yang hanya tampil dalam satu dua episode. Charles Dance sangat efektif untuk menjadi katalis. David Thewlis sebagai John Dee berhasil membuat kami takut sekaligus simpati terhadap karakternya.

Satu-satunya kelemahan yang kami lihat sangat mengganggu justru datang pilihan artistik yang digunakan Allan Heinberg untuk menggambarkan dunia mimpi. Allan Heinberg menggunakan rasio yang sedikit gepeng untuk menggambarkan adegan saat kita berada di dunia mimpi. Jadi kalau kamu merasa film ini sedikit panjang atau gepeng ke atas, percayalah itu “disengaja”.

Akhir hidup sang raja mimpi?

Serial ini berhasil memanfaatkan apa yang mereka punya dengan sangat baik. Bayangkan, dengan budget sebesar 15 juta dollar per episode, The Sandman adalah salah satu produk Netflix yang benar-benar kelihatan megah dan besar (bandingkan dengan proyek 200 juta dollar Netflix berjudul The Gray Man).

Setiap jengkalnya terlihat besar dan megah. Istana Dream sungguh-sungguh mempesona, begitu juga dengan nerakanya Lucifer. Atau bahkan tempat Desire bersemayam yang terlihat sangat kinky.

Ternyata tidak mengecewakan juga menunggu hampir tiga dekade untuk menyaksikan bagaimana masterpiece Neil Gaiman di terjemahkan ke layar TV. Sekarang kita hanya bisa menunggu apa yang terjadi dengan Dream dan lain-lain di cerita berikutnya. Semoga kita tidak perlu menunggu tiga dekade lagi untuk menyaksikan kelanjutan kisah Dream dan para saudaranya.

Oh iya, The Sandman masih memiliki satu episode tambahan yang bisa kamu saksikan hari ini di Netflix

KOMENTAR & SHARE ARTIKEL
JurnalApps
Jurnal Apps adalah website media yang fokus dalam membahas segala hal yang berkaitan dengan aplikasi mobile. Jurnal Apps berisi informasi review, bedah produk, berita terbaru dan video aplikasi untuk mobile.
Hubungi Kami

Menara Anugrah 20th Floor - Jl. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Lot 8.6-8.7. Kawasan Mega Kuningan Jakarta Selatan 12950. Indonesia

+62 21 5785 3978

redaksi@jurnalapps.co.id

Find us on social media
Add Friends
To Top