istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
porno izleporno izleporno izleporno izleporno izlepornopornopornopornopornopornopornoporniocoolpornpornspotsex pornosex pornosex pornosex hikayesex hikaye
REVIEW FILM

Blood Red Sky, Kala Pembajakan Pesawat Berakhir Nahas

Anduril   28 Jul 2021
Blood Red Sky, Kala Pembajakan Pesawat Berakhir Nahas

Plot pembajakan pesawat seperti layaknya Die Hard, telah dieksplorasi sedemikian rupa oleh para pembuat film. Hal ini meninggalkan ruang gerak yang sempit untuk pengembangan plot. Tapi hal ini sepertinya tidak berlaku bagi Blood Red Sky yang merupakan film patungan produksi Inggris dan Jerman.

Film ini dijamin memberikan sesuatu yang sama sekali berbeda. Pasalnya Blood Red Sky menggunakan elemen supranatural berupa Vampir. Lebih gilanya lagi, sang Vampir ini bukanlah penjahat, melainkan protagonis utama. Tidak kita tidak membicarakan seorang “daywalker” yang memiliki kesadaran penuh, kita membicarakan Vampire yang haus darah dan memiliki kekuatan di atas manusia normal.

Review Blood Red Sky

Penerbangan 473

Seorang ibu, Nadja (Peri Baumeister) dan putranya, Elias (Anton Koch), naik pesawat Transatlantic 473 dari Jerman menuju New York. Sang ibu menderita sebuah penyakit yang membuatnya harus mengkonsumsi obat setiap waktu.

Dalam perjalanan, tanpa diduga, sebuah pembajakan terjadi. Para teroris ini terstruktur dan sangat beringas. Bahkan mereka tak segan-segan untuk menembaki para penumpang, termasuk Nadja. Namun, Nadja ternyata bukan manusia biasa yang seperti mereka pikir. Ia adalah seorang Vampir yang haus darah.

Selama menjadi Vampir Nadja akan menyerang siapapun yang ada di hadapannya. Tapi kalau sang anak muncul di hadapannya, Nadja bisa mengendalikan diri dan mendorong rasa hausnya akan darah manusia.

Para teroris yang membajak pesawat kebingungan ketika pertama kali melihat Nadja. Bagaimana tidak, perempuan yang semula terkapar di lantai, sekarang menerkam mereka secara liar. Gerakan dan sosoknya yang tidak menyerupai manusia, membuat para teroris berpikir keras. Bisa dibilang, para serigala kini berubah menjadi domba yang diburu oleh Vampir.

Genre yang Jarang

Dalam satu-dua dekade terakhir, film ini rasanya adalah kombinasi genre langka yang belum pernah dieksplorasi sebelumnya. Jika saja, kami belum menonton trailer atau melihat posternya, menonton film ini bakal mendapat kejutan luar biasa. Premisnya tentu menjanjikan sebuah aksi yang belum pernah kita lihat sebelumnya.

Dalam beberapa momen, plotnya memang menyajikan sebuah aksi yang menegangkan, hanya saja naskahnya tak mampu menjaga konsistensi ketegangan yang sebenarnya sudah terbangun baik. Ada dua faktor yang membuatnya kendor. Kilas-balik yang terlalu lama, sedikit mengurangi tensinya walau ini memang mutlak diperlukan untuk mengisahkan latar cerita. Satu lagi yang mengganjal bagi saya adalah sosok sang putra, Elias. Sosok ini benar-benar menghilangkan tensi ketegangan dengan polahnya yang seringkali tak terduga dan konyol.

Jika saja, karakter ini tidak banyak bicara, rasanya akan lebih baik. Pasalnya perilaku anak ini agak janggal untuk ukuran umurnya. Bayangkan, bocah kecil ini bisa nekat melarikan diri di hadapan teroris, tanpa menggubris resiko terhadap ibu dan penumpang lainnya.

Aksi sang bocah memang memutar jalannya cerita, namun terlihat sedikit memaksa. Eksekusi bisa dilakukan sedikit lebih halus, untuk misalnya, memancing Elias lari dari bangkunya. Sang bocah benar-benar merusak acara bahkan hingga akhir.

Kesimpulan

Blood Red Sky menampilkan premis menjanjikan dengan kombinasi genre langka, namun pengembangan plot dan aksinya sedikit kurang menggigit. Di luar gangguan kecil di atas, aksinya sendiri sudah tersaji lumayan.

Sang sineas mampu mengolah ruang sempit dalam pesawat menjadi satu rangkaian aksi yang menegangkan. Aksi ini mengingatkan pada satu segmen adegan dalam World War Z. Bedanya, WWZ mampu menyajikan adegannya lebih terampil sehingga aksinya jauh lebih menggigit.

Setidaknya, Blood Red Sky adalah sebuah tontonan yang mampu membangkitkan adrenalin, khususnya bagi fans genrenya. Selain itu dalam film ini kita bisa melihat bagaimana pengorbanan seorang ibu demi menyelamatkan anaknya dalam keadaan apapun terlepas dari wujud Nadja sebagai Vampir.

KOMENTAR & SHARE ARTIKEL
JurnalApps
Jurnal Apps adalah website media yang fokus dalam membahas segala hal yang berkaitan dengan aplikasi mobile. Jurnal Apps berisi informasi review, bedah produk, berita terbaru dan video aplikasi untuk mobile.
Hubungi Kami

Menara Anugrah 20th Floor - Jl. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Lot 8.6-8.7. Kawasan Mega Kuningan Jakarta Selatan 12950. Indonesia

+62 21 5785 3978

redaksi@jurnalapps.co.id

Find us on social media
Add Friends
To Top