Penyederhanaan Struktur Cukai Rokok Buka Peluang Emiten Rokok Raksasa Makin Cuan

Published: 12 Aug 2020, oleh en19ma

Kementerian Keuangan melalui PMK No. 77 Tahun 2020 mengumumkan kembalinya pembahasan soal penyederhanaan tarif cukai yang sempat dua kali mengalami penundaan sejak tahun 2017 lalu. Keputusan ini membawa angin segar bagi emiten-emiten besar di Indonesia, termasuk para calon investor yang tengah memantau nilai emiten atau tengah memutuskan untuk berbelanja emiten yang berkapitalisasi besar (big caps). Disinyalir bahwa penyederhanaan layer cukai ini akan membuat pabrikan golongan II untuk naik tingkat dan membayar cukai yang sama besarnya dengan para pendahulu, yang di antaranya adalah emiten HM Sampoerna (HMSP).

Erik Argasetya, Chief Investment Officer dari perusahaan penasihat investasi independen Jagartha Advisors menyatakan bahwa meski pun akan ada beberapa perusahaan dari golongan II yang terpaksa naik golongan, perusahaan-perusahaan tersebut mungkin bakal sulit untuk bersaing dengan para pemain besar yang sudah lebih dulu menguasai pangsa pasar di golongan I.

“Penyederhanaan tarif cukai 'kan lebih ke mendorong perusahaan di golongan II untuk naik kelasnya saja, apakah mereka mampu [untuk] bertahan setelah naik ke [golongan] I harus diperhitungkan lagi. Karena, tentu akan ada penyesuaian harga jual, dan itu akan sangat berpengaruh pada posisi perusahaan dalam menentukan strategi penjualan, distribusi sampai variasi produknya di market. Nah, rokok golongan II yang naik kelas tadi boleh jadi akan mirip dengan merek golongan 1. Harga yang tipis sangat mungkin membuat konsumen yang selama ini mengonsumsi rokok murah beralih ke merek yang lebih mahal. Consumer shifting ini akan membuat value emiten tersebut makin atraktif bagi investor [dari] dalam dan luar negeri. Bahkan, di kuartal pertama [tahun] 2020, ada emiten yang masih mencatatkan laba bersih meski pun kemudian menunjukkan tren menurun di pertengahan tahun karena pandemi COVID-19,” tambah Erik.

Disinggung soal dampak simplifikasi terhadap masa depan pelaku IHT, Erik menambahkan perlu adanya pertimbangan dari sisi makroekonomi dan segi timing, “Apakah hal ini merupakan momen yang tepat [untuk] melihat kondisi perekonomian Indonesia yang melemah? Jangan sampai kebijakan ini terkesan dipaksakan, karena jika perusahaan di golongan II naik ke golongan I dan tidak dapat bertahan, [maka] tidak tertutup kemungkinan pula bahwa mereka harus merumahkan para pekerjanya. Dan, ini akan menambah gelombang PHK yang sudah banyak terjadi akibat pandemi COVID-19. Ini tentu risiko yang belum kejadian, tapi ada kemungkinannya,” tegas Erik.

Secara terpisah, selaku Head of Research dari Sucor Asset Management, Michele Gabriela menyatakan bahwa penyederhanaan layer yang terjadi sampai pada saat ini akan menguntungkan emiten rokok dengan market share paling besar. “Maka, harusnya memang pertumbuhan terjadi di emiten rokok golongan I dan lebih berpeluang ke pertumbuhan market share-nya. Saat ini, perusahaan rokok golongan I sudah menguasai 70 persen market. Nanti, ketika perusahaan golongan II naik ke golongan I, survive atau tidaknya, semua kembali ke permodalan masing-masing,” tulisnya dalam pesan singkat.

Hal senada juga disampaikan oleh Senior Analyst dari MNC Sekuritas, Victoria Venny. Ia menyatakan bahwa simplifikasi tarif cukai berpotensi untuk menguntungkan emiten rokok besar. “Emiten seperti HMSP, karena perbedaan tarif cukai dengan pabrikan rokok yang lebih kecil akan berkurang. Jadi, lebih pada mengurangi persaingan dengan pabrikan kecil, sehingga ada peluang untuk mendapatkan sales volume yang lebih besar. Baru, deh. Kalau ada peningkatan volume penjualan akan berpengaruh pada laporan keuangannya,” tutur Venny melalui pesan singkat ketika dihubungi pekan lalu.

Venny juga menyatakan bahwa persaingan antar merek global ketika perusahaan asing dari golongan II naik kelas ke golongan I akan menjadi tidak berimbang. “Kalau ini tergantung dengan kekuatan [dari] perusahaan golongan II tersebut. Penyesuaian tentunya akan memberatkan earnings mereka. Kalau fundamentalnya kuat, menurut saya, ya. Bisa bertahan. Tapi, kalau nanti, saingan dengan big player mungkin masih jauh, ya. Intinya, masalah kesehatan keuangan akan menjadi satu hal yang akan menunjang kinerja dia (perusahaan golongan II) di tengah persaingan dengan big player,” lanjutnya.

Meski pun tingkat layer cukai saat ini belum ditetapkan, pelaku IHT masih berharap agar pemerintah dapat kembali mengkaji dampak-dampak lain, seperti faktor tenaga kerja, rokok ilegal, dan kepastian berusaha bagi perusahaan golongan skala kecil dan menengah yang notabene menyerap banyak tenaga kerja dari berbagai latar belakang pendidikan.

Tags

news pajak rokok kementerian keuangan indonesia usaha kecil dan menengah investasi pabrik tembakau bisnis independen perusahaan harga penjualan strategi distribusi marketing pandemik COVID-19 coronavirus virus brand ekonomi phk pemutusan hubungan kerja sales sumber daya manusia

Share Artikel