istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
porno izleporno izleporno izleporno izleporno izlepornopornopornopornopornopornopornoporniocoolpornpornspotsex pornosex pornosex pornosex hikayesex hikaye
REVIEW FILM

Nightflyers, Karya George R.R. Martin yang Brutal & Penuh Fantasi

Anduril   06 Feb 2019
Nightflyers, Karya George R.R. Martin yang Brutal & Penuh Fantasi

Nightflyers, sebuah film sci-fi baru yang dibuat berdasarkan novel pendek karya George R.R. Martin yang terkenal berkat A Song of Ice and Fire ini dipenuhi dengan segala kegilaan, berdarah-darah, dan senjata medieval. Dari awal pembukaan saja kita sudah disuguhi adegan saling membunuh dengan kapak dan pasak, padahal dia bukan Sandor Clegane, para fans Game of Thrones pasti langsung merasa ada di rumahnya ketika melihat darah muncrat di mana-mana.

Melihat seperti membuat sebuah pergolakan keseimbangan yang sama dengan serial Game of Thrones. Bedanya, dibandingkan menggunakan negara sebagai sumber pergolakan, faksi yang ada di sini adalah kelompok ilmuwan yang tinggal di sebuah kapal koloni bernama Nightflyers.

Entitas Volcryn

Kapal Nightflyer dibuat untuk menyelidiki sebuah entitas alien yang diberi nama Volcyn. Sementara itu Bumi sedang sekarat, dan Dr. Karl D’Branin (Eoin Macken) percaya kalau menguasai energi yang dimiliki Volcryn akan menyelamatkan Bumi dari kondisi sekarat yang saat ini dialaminya.

Seperti novel sci-fi klasik lainnya, Karl ingin pulang dengan selamat dan hidup, sementara anggota lainnya menyelesaikan ketegangan mereka dengan berbagai cara, termasuk saling “terhubung” secara seksual tanpa status apapun.

Karl memiliki kartu trump seorang cenayang muda bernama Thale (Sam Strike). Thale memiliki energi yang sama dengan para Volcryn dan kemungkinan besar bisa berkomunikasi dengan mereka. Orang-orang yang sejenis dengan Thale dikenal sebagai “L-1”, mereka sangat ditakuti dan dibenci orang-orang.

Masalahnya tidak ada yang siap dengan keberadaan seorang cenayang di dalam kapal, sehingga kebanyakan dari anggota crew akan merasa ketakutan ketika berhadapan dengan Thale.

Thale bisa membaca pikiran dan presepsi orang-orang, dia sering sekali tanpa sengaja merusak pikiran mereka dan membuat mereka mengeluarkan air mata darah saat Thale sedang stress. Hampir di semua adegan Thales sedang berhalusinasi dengan cara yang mengerikan tapi menarik.

Satu-satunya orang yang memeriksa Thale adalah seorang psikiater bernama Dr. Agatha Matheson (Gretchen Mol). Para penumpang dan crew Nightflyer menyalahkan Thale atas berbagai insiden misterius, sehingga Agatha selalu menaruh Thale dalam kondisi koma melalui obat bius yang diberikan. Masalahnya, Thale benci obat bius, dan obat-obatan tersebut tidak bekerja dengan benar. Yang jadi masalah, semua orang tidak tahu hal ini dan Agatha tetap melakukan hal yang sama berulang-ulang.

Kapten kapal dari Nightflyer sendiri bernama Eris (David Ajala), dia adalah orang yang tidak pernah terlihat, tetapi selalu mengawasi semua orang melalui kamera dan hanya muncul sebagai hologram. Sampai detik ini ia tidak bisa menerima semua masalah yang terjadi di atas kapalnya.

Para alien Volcryn bersembunyi di bagian berbahaya ruang yang disebut The Void, dan tidak ada orang yang mendekati mereka yang kembali hidup-hidup. Tetapi orang-orang masih memperlakukan misi yang mereka jalani sebagai tamasya santai dan terganggu oleh omong kosong dan rasa frustasi di mana-mana.

Rasa frustrasi ini bukan karena berbagai kejadian, tetapi karena sifat manusia yang buruk. Ini pada dasarnya adalah ketegangan Lannisters, Starks, dan Targaryens yang dikemas dalam kaleng terapung di langit. Tidak ada orang dewasa yang benar-benar memegang kekuasaan dan menjaga ketertiban seperti Tywin Lannister di Thrones. Eris membiarkan semuanya terjadi di Nightflyers, dan itu lebih mengerikan ketimbang saat Iron Thrones dikuasai Joffrey Baratheon.

Kesimpulan

Nightflyer memiliki banyak twist dan kejutan yang mengguncang layaknya Game of Thrones. Luar angkasa adalah tempat yang sangat luar biasa untuk cerita horor, hal ini terjadi karena para karakternya terisolasi dan tidak ada polisi yang bisa dipanggil jika kamu ada di sana.

Efeknya cukup solid, menjaga keseraman, dan ketakutan itu benar-benar susah, apalagi kalau tidak mengandalkan berbagai jumpscare layaknya film horor. Seperti Westeros, Nightflyers terasa dalam dan mencerminkan pandangan kelam Martin tentang perilaku manusia yang semakin dipertegas oleh keegoisan mereka.

Nightflyer jelas bukan Game of Thrones dan tidak bisa menggantikan serial tersebut yang akan tayang bulan April nanti.

KOMENTAR & SHARE ARTIKEL
JurnalApps
Jurnal Apps adalah website media yang fokus dalam membahas segala hal yang berkaitan dengan aplikasi mobile. Jurnal Apps berisi informasi review, bedah produk, berita terbaru dan video aplikasi untuk mobile.
Hubungi Kami

Menara Anugrah 20th Floor - Jl. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Lot 8.6-8.7. Kawasan Mega Kuningan Jakarta Selatan 12950. Indonesia

+62 21 5785 3978

redaksi@jurnalapps.co.id

Find us on social media
Add Friends
To Top