istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
porno izleporno izleporno izleporno izleporno izlepornopornopornopornopornopornopornoporniocoolpornpornspotsex pornosex pornosex pornosex hikayesex hikaye
REVIEW

Menilik Perbedaan antara Ekosistem Esports di Indonesia dengan Malaysia

en19ma   17 Dec 2019
Menilik Perbedaan antara Ekosistem Esports di Indonesia dengan Malaysia

Indonesia dan Malaysia, dua negara yang ibarat kakak-beradik yang mirip, tak jarang juga untuk bertengkar antar satu sama lainnya, namun mempunyai kedekatan tersendiri. Begitulah, Indonesia dengan Malaysia mempunyai kedekatan dalam hal bahasa, sosial, budaya, dan yang lain-lainnya. Lalu, bagaimana jika menyoal industri atau ekosistem esports di Indonesia dengan Malaysia? Apa sajakah perbedaan yang ada di antara keduanya?

Untuk menjawab pertanyaan tadi, Dylan Chia selaku MPL Indonesia Marketing Director pun berbagi cerita. Pasalnya, sebelum Dylan fokus untuk menggarap esports MLBB di Indonesia, ia berkecimpung di industri esports Malaysia. Perjalanan kariernya di esports Malaysia berawal dari tahun 2011. Meski sempat hiatus dari esports dan menggarap ekosistem sepak takraw di sana, ia pun kembali terjun ke esports pada saat MPL MY/SG memulai musim pertamanya.

Event dan Fans Esports

Dalam gelaran Grand Final M1 World Championship 2019 (15-17 November 2019) yang digelar di Axiata Arena (Kuala Lumpur, Malaysia), ada tiket masuk yang harus dibayarkan orang-orang untuk bisa menonton secara langsung di sana. Tiket untuk 3 hari dengan banderol harga RM55, alias sekitar Rp 185 ribu, adalah yang termurah pada saat itu. Total pengunjung yang datang secara langsung (selama 3 hari) untuk menonton ajang tersebut mencapai 18 ribu orang.

Di sisi lain, Grand Final MPL ID Season 3 adalah satu-satunya gelaran MPL dengan tiket berbayar (Rp 60 ribu untuk harga tiket termurah selama 3 hari) dan, faktanya, gelaran ini menjadi event yang paling sepi sepanjang sejarah MPL di Indonesia.

Lalu, pertanyaannya, apakah fans esports di Malaysia memang lebih mau untuk mengeluarkan uang demi bisa menonton secara langsung? Dylan pun menjawab, “Iya, mereka lebih mau keluar uang, karena di Malaysia sudah sering [ada] event-event berskala internasional, seperti tahun ini, ada Kuala Lumpur Major untuk Dota 2. Meski memang, untuk event-event berskala nasional di sana juga lebih banyak yang [hadir secara] gratis ketimbang [yang] berbayar.”

Meski, untuk urusan dompet, fans esports Indonesia misalnya memang lebih pelit, namun usaha yang dikeluarkan atau semangat yang ditunjukkan oleh para pendukung esports Tanah Air nyatanya jauh lebih besar. “Untuk semangatnya, asalkan gratis, fans Indonesia jauh lebih baik ketimbang Malaysia. Saya kemarin sempat terkejut sekaligus terharu [pada] saat melihat para pengunjung Grand Final MPL ID S4 (26-27 Oktober 2019) yang rela [untuk] kehujanan demi menonton jagoannya [pada saat] bertanding.”

Pengunjung Grand Final MPL ID S4 memang tumpah ruah dan melebihi kapasitas yang mampu untuk ditampung oleh gedung Tennis Indoor Stadium, Gelora Bung Karno, sehingga memang ada sangat banyak pengunjung yang tidak bisa ikut masuk. Dalam 2 hari event, ada sebanyak 20 ribu orang yang memadati lokasi. Namun, mereka yang tak bisa masuk ini nyatanya tetap bertahan sembari menonton di layar lebar yang disediakan di samping gedung.

Dukungan Pemerintah

Di akhir bulan November 2019 lalu, Syed Saddiq selaku Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia merilis sebuah dokumen setebal 144 halaman yang berjudul “Strategic Plan for Esports Development 2020-2025.” Di dalamnya, sang menteri menuliskan rencananya untuk membangun esports di negeri jiran selama 5 tahun ke depan. Lalu, pertanyaannya, apakah dukungan pemerintah di sana memang lebih baik ketimbang dukungan pemerintah Indonesia untuk ekosistem esports? Pasalnya, jika ‘hanya’ sebatas dukungan moril, pemerintah Indonesia juga sudah berulang kali menyatakannya. Bentuk konkret atas dukungan esports dari pemerintah Indonesia yang sudah terealisasi mungkin hanyalah dalam wujud Piala Presiden.

Dylan tidak bisa mengatakan dukungan pemerintah mana yang lebih baik di antara kedua negara, namun yang pasti pemerintah Malaysia jelas lebih berani dan frontal dalam hal membela komunitas esports. “Mungkin karena memang usia menterinya lebih muda dan familiar dengan esports.”

Dari sisi institusi pendidikan formal, ada sebuah universitas di Malaysia yang menawarkan program studi esports, yaitu Asia Pacific University, lengkap dengan sertifikasi bagi para peserta didiknya. Sedangkan, di Indonesia, pionir untuk esports di institusi pendidikan formal adalah SMA 1 PSKD. Sayangnya, di sekolah tersebut, esports masihlah menjadi sebatas kegiatan ekstra kurikuler. Dalam hal ini, Malaysia tampaknya lebih unggul ketimbang kita. Universitas yang disebutkan tadi benar-benar menawarkan jurusan khusus esports --bukan hanya program studi yang membahas game secara umum, karena di Indonesia sebenarnya juga sudah banyak yang seperti itu.

Profesionalisme dan Industri

Tadi kita sudah membahas dari sisi event, fans, dan juga pemerintah. Lalu, bagaimana soal profesionalisme dan industri esports-nya itu sendiri? Tampaknya, Indonesia bisa dibilang lebih unggul dalam hal ini.

Jika berbicara menyoal tim atau pun organisasi, ada sejumlah organisasi esports Indonesia yang sudah melebarkan sayap mereka ke luar negeri. EVOS Esports mempunyai tim yang tersebar di enam negara di Asia Tenggara. ONIC mempunyai tim yang turut serta untuk berpartisipasi di MPL PH. RRQ juga mempunyai divisi di Thailand. Bigetron juga sempat mempunyai tim yang ikut serta di MPL MY/SG Season 2. Aerowolf pun mempunyai tim Rainbow Six: Siege di Singapura. Jika berbicara tentang tim esports asal Malaysia, barulah ada Geek Fam yang mempunyai divisi di lain negara, setidaknya untuk ekosistem esports dari MLBB. Geek Fam mempunyai tim MLBB yang ikut serta untuk berpartisipasi di MPL ID sejak Season 4. Namun demikian, di Dota 2, ada Fnatic yang mempunyai basecamp di Malaysia --meski Fnatic sebenarnya adalah tim esports yang berasal dari Eropa.

Ditambah lagi, dikarenakan perubahan MPL ID S4 yang menjadi sistem franchise tim-tim MLBB di Indonesia, menurut pengakuan Dylan, kita boleh dibilang lebih profesional dalam hal pengelolaan serta manajemen tim. Sedangkan, untuk tim-tim peserta MPL MY/SG, rata-rata pesertanya masih dapat dikategorikan sebagai tim-tim yang masih semi-pro.

Lalu, bagaimana jika berbicara soal pelaku industri non-endemic? Saat ini, banyak perusahaan raksasa atau pun bahkan konglomerasi asal Indonesia yang sudah berinvestasi ke bidang esports, seperti Salim Group, Sinarmas, grup Djarum, dan semacamnya. Dylan mengatakan, “Jumlah perusahaannya mungkin hampir sama, seperti Air Asia, U Mobile (sponsor M1 World Championship 2019), dan yang lainnya. Namun, sponsor-sponsor di Indonesia lebih berani [untuk] mengeluarkan dana yang lebih besar.”

Penutup

Akhirnya, dari sisi prestasi, setidaknya untuk MLBB, Indonesia juga boleh dibilang lebih unggul dari Malaysia. MSC 2019 dan M1 World Championship 2019 telah menjadi bukti yang konkret menyoal torehan prestasi, demikian juga dari capaian di ajang SEA Games 2019 untuk MLBB.

Meski begitu, ada hal-hal lainnya yang mungkin bisa kita lebih pelajari dari ekosistem atau pun industri esports di negeri jiran. Misalnya, kenapa Malaysia lebih sering menjadi lokasi event internasional? Apakah dukungan menteri yang lebih vokal di sana memang hanya dikarenakan usia beliau yang lebih muda? Atau, ada penyebab lainnya? Juga, kenapa fans esports di sana lebih rela dalam hal mengeluarkan anggaran untuk menonton event esports secara langsung?

KOMENTAR & SHARE ARTIKEL
JurnalApps
Jurnal Apps adalah website media yang fokus dalam membahas segala hal yang berkaitan dengan aplikasi mobile. Jurnal Apps berisi informasi review, bedah produk, berita terbaru dan video aplikasi untuk mobile.
Hubungi Kami

Menara Anugrah 20th Floor - Jl. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Lot 8.6-8.7. Kawasan Mega Kuningan Jakarta Selatan 12950. Indonesia

+62 21 5785 3978

redaksi@jurnalapps.co.id

Find us on social media
Add Friends
To Top