istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
porno izleporno izleporno izleporno izleporno izlepornopornopornopornopornopornopornoporniocoolpornpornspotsex pornosex pornosex pornosex hikayesex hikaye
REVIEW

Matinya Cookies: Laporan Kasus, Penundaan & Reaksi Industri

en19ma   01 Sep 2021
Matinya Cookies: Laporan Kasus, Penundaan & Reaksi Industri

Pada tanggal 24 Juni 2021, Google mengumumkan bahwa penghentian cookie, sesuatu yang telah lama menjadi momok bagi industri, akan ditunda selama dua tahun, yaitu sampai akhir tahun 2023. Google menyatakan bahwa penundaan ini dilakukan agar pasar mempunyai lebih banyak waktu untuk mempersiapkan perubahan yang akan datang sehingga publisher dan pengiklan tidak sampai kehilangan peluang untuk mendapatkan uang. Google juga mengumumkan “proses pengembangan yang menyeluruh, komprehensif, dan terbuka yang melibatkan diskusi dan pengujian mendetail” untuk FLoC dan tools lainnya. The Verge melihatnya sebagai sebuah pesan bahwa teknologi FLoC akan sangat berubah atau bahkan tersingkirkan.

Director of Engineering Chrome, Vinay Goel, mengatakan bahwa penundaan ini memungkinkan terjadinya diskusi publik terkait alternatif bagi tools pelacak pengguna (user tracking) sekaligus memberikan cukup waktu bagi publisher dan pengiklan agar produk dan solusi milik mereka bisa sesuai dengan peraturan yang baru. “Hal ini penting agar tidak membahayakan model bisnis [dari] para publisher web yang mendukung keberadaan konten [yang] gratis,” ujar Goel.

Keputusan Google untuk berhenti mendukung keberadaan cookie pihak ketiga di browser Chrome telah dirilis secara resmi pada bulan Januari 2020. Dua bulan kemudian, Google menyatakan bahwa mereka tidak akan membuat atau pun mendukung alternatif atas solusi yang berbasis ID Pengguna.

Berita ini sangat mengejutkan pasar — sejak lama, cookie telah menjadi instrumen penargetan yang paling populer, dan Google Chrome telah menyumbang sebanyak 64% dari pasar browser global. Pakar Google Ads dan Google Ad Manager telah melakukan eksperimen dengan menonaktifkan cookies secara sementara untuk 500 publisher global. Eksperimen ini menemukan bahwa pendapatan rata-rata dari publisher setelah memutuskan cookie pihak ketiga akan menurun sebesar 52%.

Marilah kita mengupas apa yang dimaksud dengan cookie pihak ketiga? Mengapa Google memutuskan untuk melepas tools ini, lalu menunda kematiannya? Dan, apa dampaknya memblokir cookie bagi pasar iklan?

Cookie pihak ketiga sendiri adalah fragmen teks yang disimpan di browser Anda oleh pihak ketiga — bukan dari situs web yang Anda kunjungi, tetapi sistem lain, misalnya berbagai sistem iklan. Publisher, pengiklan, dan perantara bisa menggunakan data ini untuk menyasar dan membuat profil pengguna web.

Tanpa keberadaan cookie pihak ketiga, hadirnya iklan khusus atas barang atau jasa dari situs web yang baru saja Anda kunjungi di platform lain tidak akan terjadi — pengiklan akan kehilangan data tentang produk yang Anda lihat, kategori usia Anda, smartphone yang Anda gunakan, dan lain-lainnya.

Ada Apa dengan Cookie?

Masalah utama dari cookie sepenuhnya adalah dikarenakan definisinya. Cookie memungkinkan pengiklan, publisher, dan berbagai perantara lain untuk mengumpulkan terlalu banyak informasi pengguna — dan tidak selalu ditentukan kapan, di mana, dan bagaimana mereka akan menggunakan data ini, dan berapa lama mereka akan menyimpannya.

Amerika Serikat dan Uni Eropa terus menekan raksasa teknologi untuk memberi solusi terkait privasi web, dan mereka terus berupaya untuk melindungi data pribadi warga negaranya. Inilah dasar atas hadirnya GDPR dan CCPA, undang-undang yang melindungi hak pengguna untuk mengontrol pengumpulan dan penggunaan lebih lanjut atas data pribadi mereka.

Kekhawatiran para pengguna terkait bagaimana aplikasi dan situs web menggunakan data mereka sudah ada jauh sebelum datangnya keputusan untuk menghentikan cookie, tepatnya sejak tahun 1993. Menurut The Guardian, sebanyak 66% pengguna smartphone menjadi lebih peduli tentang seberapa terlindunginya informasi pribadi mereka, dan sebesar 79% pengguna menolak untuk menggunakan aplikasi jika tidak meyakini aplikasi tersebut mampu untuk melindungi informasi pribadi mereka secara efektif.

Selama ini, kekhawatiran di atas terus bertumbuh, bersama dengan tuduhan terhadap Google dan raksasa teknologi lainnya terkait penyalahgunaan data yang dikumpulkan. Pada bulan Maret 2021, Google menghadapi gugatan senilai $5 miliar karena dituduh telah memata-matai pengguna, bahkan ketika mereka sedang berada dalam mode tersembunyi (incognito mode). Dan, ini bukanlah satu-satunya gugatan terkait privasi terhadap Google dalam hitungan waktu beberapa tahun terakhir.

Dapat dikatakan bahwa tren perlindungan data pribadi pengguna akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang. Selain itu, pesaing utama dari Chrome — Safari dan Firefox — sangat lebih agresif dalam hal memblokir pelacakan jika dibandingkan dengan browser dari Google itu. Semua hal ini berujung pada berita bahwa Google pada bulan Januari 2020 mengumumkan bahwa Google akan menghentikan dukungan bagi cookie pihak ketiga di Chrome pada awal tahun 2022.

Timeline Penghentian Cookie

Bulan Agustus 2019, Google meluncurkan Privacy Sandbox, dengan tujuan untuk membuat serangkaian standar terbuka untuk membantu melindungi privasi pengguna online. Sandbox sedang mengembangkan alternatif pengganti cookie, seperti FLoC, FLEDGE, dan lain-lain.

14 Januari 2020, Google mengumumkan rencana mereka untuk menghentikan cookie pihak ketiga pada awal tahun 2022.

3 Maret 2021, Google menegaskan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk mendukung inisiatif ID Pengguna independen dan berencana untuk menggunakan FLoC untuk tujuan penargetan. Di waktu yang sama, Google memulai pengujian lapangan terhadap FLoC dan langsung menemui jalan buntu dikarenakan masalah kepatuhan terhadap GDPR.

24 Juni 2021, Google mengatakan tidak akan menonaktifkan cookie di browsernya hingga akhir tahun 2023, sehingga memberikan waktu selama dua tahun bagi para pelaku pasar untuk bersiap.

Google menjelaskan bahwa menghentikan cookie pihak ketiga terlalu cepat akan lebih merugikan publisher dan pengiklan daripada menguntungkan pengguna, dan juga akan mendorong pelaku pasar untuk menggunakan cara pengumpulan data yang lebih tidak etis. Di hari yang sama, Google mempresentasikan timeline terbaru untuk pengujian dan penerapan solusi Sandbox.

Tahun 2021-2022, solusi-solusi dalam Privacy Sandbox diuji. Terdapat sekitar 30 solusi yang sedang berada dalam tahap pengembangan menurut Vinaya Goel, Director of Engineering Chrome.

Paruh kedua tahun 2022, setelah akhir pengujian dan pengenalan API yang baru di Chrome, publisher dan pengiklan bisa membawa (porting) dan menyesuaikan layanan milik mereka ke tools dan persyaratan yang baru. Google memperkirakan tahap ini akan memakan waktu sekitar 9 bulan.

Pertengahan tahun 2023, Chrome secara bertahap akan menghentikan dukungan untuk cookie pihak ketiga dalam kurun waktu tiga bulan, dan akan menghentikan dukungan sepenuhnya pada akhir tahun 2023.

Solusi Universal vs Seperangkat Tools

Alasan utama penundaan penghentian Cookie menurut Google dikarenakan tidak tersedianya pasar dan fakta bahwa solusi alternatif tidak cukup diuji untuk mengevaluasi efektivitasnya. Jadi, keputusan apa yang sedang kita bicarakan di sini?

Cookie Pihak Pertama

Cookie pihak pertama mencakup data login dan pola perilaku pengguna langsung di situs web yang dikunjungi oleh pengguna. Saat mendaftarkan diri, pengguna meninggalkan informasi kontak dan memberikan persetujuan secara terbuka atas penggunaan informasi, termasuk untuk tujuan iklan.

Cookie ini dipasang di sisi klien pada saat pengguna membuka situs dari iklan, jejaring sosial, dan saluran lainnya. Safari menghapus data tersebut setelah 24 jam atau 7 hari, dan data ini tidak diteruskan ke pihak ketiga, misalnya ke perantara.

FLoC (Federated Learning of Cohorts)

FLoC adalah alternatif teratas untuk cookie yang disebut oleh Google sebelum pengumuman penundaan penghentian cookie. Algoritma FLoC melacak situs web yang dikunjungi oleh pengguna dan menggabungkannya ke dalam suatu kelompok minat yang dapat disasar oleh iklan.

FLoC langsung menjadi hal yang paling kontroversial dari solusi-solusi Privacy Sandbox — selain dikarenakan adanya keraguan tentang efektivitasnya, juga dikarenakan adanya kemungkinan pelanggaran privasi pengguna. Pengujian FLoC di Eropa juga terhenti karena berbenturan dengan GDPR.

Sampai sekarang, Google memutuskan untuk menangguhkan pengujian dan implementasi FLoC. Setidaknya, untuk sementara waktu.

FLEDGE

FLEDGE akan beroperasi berdasarkan prinsip server terpercaya yang akan menyimpan informasi tentang tawaran dan anggaran kampanye iklan, serta mematuhi prinsip-prinsip tertentu. Ide tentang FLEDGE ditulis secara bersama oleh Criteo, NextRoll, Magnite, dan RTB House.

FLEDGE memutuskan lelang iklan di dalam browser, bukan di tingkat server iklan, sehingga data pengguna yang diperlukan untuk membuat profil pengguna menjadi lebih sedikit.

Penargetan Kontekstual

Tools ini mencocokkan iklan dengan konten halaman web, sehingga pengguna yang membaca artikel tentang saham hanya akan melihat iklan yang relevan.

“Meski penargetan kontekstual bukanlah hal [yang] baru, solusi berbasis pembelajaran mesin seperti MGID Contextual Intelligence (CI) membuat penargetan kontekstual [jadi] jauh lebih efektif. Kecerdasan kontekstual 100% ramah privasi karena iklan ditargetkan [kepada] apa yang [terdapat] di laman web dan bukan data pengguna. Konten iklan relevan dengan tujuan pengguna [pada] saat itu. Mari [melihat] contoh iklan B2B ini: penargetan bisa lebih efektif [pada] saat pengguna membaca berita bisnis di tempat kerja. Pengguna akan cenderung mengabaikan iklan yang sama jika mereka melihatnya [pada] saat membuat reservasi makan malam,” jelas Kepala Produk MGID Amerika Utara, Dmitriy Kazansky.

Ia menambahkan bahwa solusi ini juga memiliki titik lemah — data kontekstual lebih sedikit jika dibandingkan dengan data perilaku dan profil. Namun, dengan tidak adanya cookie, maka metode ini dapat menjadi salah satu cara penargetan yang paling efektif.

ID Universal

Universal ID adalah solusi teknologi yang memungkinkan pengguna untuk diidentifikasi dengan menggunakan pengenal situs web pihak pertama (cookie pihak pertama dan e-mail terenkripsi atau nomor telepon yang diperoleh pada saat pendaftaran). Setelah menonaktifkan cookie pihak ketiga untuk publisher, maka solusi ini akan menjadi salah satu dari sedikit cara untuk mencegah anggaran iklan bisa tumpah ke platform teknologi besar dengan sistem otorisasi milik mereka sendiri.

Login ID berbasis Data

Pengidentifikasi permanen dalam bentuk e-mail terenkripsi atau nomor telepon yang diberikan oleh pengguna pada saat pendaftaran, yang disimpan di server, setidaknya selama 30 hari.

Bagaimana Reaksi Industri?

Pengumuman Google tentang penundaan kematian cookie telah mengguncang pasar dan memaksa sebagian besar pemain utama untuk bereaksi terhadap berita itu dengan beragam cara. Pendapat industri terbagi – beberapa menyambut penundaan itu, yang lain mengatakan bahwa hal itu secara mendasar tidak akan mengubah apa pun.

“Ketika berita tentang pengumuman Google muncul, saham AdTech langsung melonjak yang menggambarkan reaksi positif [dari] industri terhadap berita tersebut. Penundaan yang diberikan oleh Google memungkinkan industri untuk merekayasa solusi permanen untuk alternatif cookie pihak ketiga dibanding solusi sementara yang sedang dihadapi oleh para pemain AdTech dan MarTech. Terlepas dari kekurangan privasi yang ada, cookie pihak ketiga telah menjadi cara yang efektif untuk menyimpan, membagi, menggunakan, dan memonetisasi data, serta mengukur paparan pengguna atas iklan untuk tujuan pembatasan frekuensi dan atribusi. Saat industri AdTech berupaya [untuk] melawan matinya cookie pihak ketiga dengan solusi alternatif, penting untuk memahami pro dan kontra dari setiap opsi yang ada,” ujar CMO MGID, Nickolas Rekeda.

Menyetujui penundaan tersebut, Senior Director of Product Management Xandr, Amanda Tan, mengatakan, “Timeline yang diperpanjang memberi peluang bagi industri untuk mempertimbangkan pendekatan periklanan yang dapat dijalani dengan lebih teliti dan tenang. Ada banyak pertanyaan tentang kelayakan dan privasi yang masih harus dijawab oleh solusi yang diusulkan [oleh] Google. Terburu-buru [untuk] menawarkan solusi apa pun yang tidak menghapus kekhawatiran konsumen terkait privasi tidak akan [menjadi] lebih baik dari status quo [atas] cookie pihak ketiga.”

Paul Lowrey, Head of Advertising Strategy, Insight and Marketing Azerion, menambahkan, “Penundaan ini setidaknya memberi ruang untuk bernafas – dan yang terpenting, perlindungan – bagi mereka yang bergantung pada web terbuka. Tantangannya adalah memastikan [bahwa] penundaan ini digunakan dengan bijak sehingga solusi industri (yang didukung oleh Google) menguntungkan semua pemangku kepentingan periklanan, dan juga konsumen.”

Patrick O'Leary, Chief Executive of Publisher CRM Boostr, menganggap berita penundaan sebagai peluang bagi industri untuk bersatu dan menciptakan alternatif yang independen untuk cookie. “Industri perlu menemukan solusi menarik yang menghapus persaingan konsumen dan pengiklan yang mendanai web gratis seperti yang kita ketahui, dan tidak membiarkan monopoli terbesar memutuskan bagaimana ini harus diselesaikan.”

Pelaku pasar setuju terhadap satu hal: industri diberikan ruang bernapas, serta pengiklan dan publisher memiliki kesempatan adaptasi yang lebih mendalam terkait layanan mereka ke era normal baru, serta menemukan alternatif yang lebih layak untuk cookie pihak ketiga.

KOMENTAR & SHARE ARTIKEL
JurnalApps
Jurnal Apps adalah website media yang fokus dalam membahas segala hal yang berkaitan dengan aplikasi mobile. Jurnal Apps berisi informasi review, bedah produk, berita terbaru dan video aplikasi untuk mobile.
Hubungi Kami

Menara Anugrah 20th Floor - Jl. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Lot 8.6-8.7. Kawasan Mega Kuningan Jakarta Selatan 12950. Indonesia

+62 21 5785 3978

redaksi@jurnalapps.co.id

Find us on social media
Add Friends
To Top