Kawal Nilai Bisnis Tetap Atraktif di tengah Pandemi: Dari Simulasi Skenario sampai Opsi Litigasi Force Majeure

Published: 03 Jun 2020, oleh en19ma

Dalam sepuluh tahun terakhir, perkembangan bisnis startup di Indonesia dapat dikatakan cukup pesat berkat didukung oleh kemajuan teknologi digital serta tumbuhnya pengguna internet di Tanah Air. Dalam sebuah laporan yang bertajuk Mapping & Database Startup Indonesia 2018 dari Indonesia Digital Creative Industry Society, diketahui bahwa jumlah perusahaan rintisan teknologi di Indonesia mencapai sebanyak 992 startup.

Salah satu alasan di balik merebaknya startup adalah strategi pendanaan bisnis yang unik dan menarik, karena mereka sangat bergantung pada suntikan dana dari para investor agar tetap bisa bertahan di tengah kompetisi bisnis yang cukup sengit. Namun, tidak semudah itu dalam praktiknya, karena dunia ekonomi digital sering mengalami pasang surut yang berimbas pada kondisi finansial startup yang sulit untuk diprediksi dan tidak seleluasa perusahaan besar.

Apalagi dengan merebaknya pandemi COVID-19 di Indonesia yang telah memukul banyak aktivitas usaha dari berbagai skala, tidak terkecuali perusahaan rintisan (startup). Survey TechinAsia terhadap lebih dari 140 pelaku industri profesional dan pendiri startup di Asia menyebutkan bahwa beberapa sektor yang paling terkena dampak krisis di antaranya adalah perjalanan (3,8 poin), perumahan (3,3 poin), media (3,2 poin), serta marketplace dan platform (3,2 poin).


Sektor Bisnis Startup yang Terkena Dampak Corona (Sumber: TechinAsia, 9 Maret 2020)

Hal ini juga berdampak kepada investor yang menjadi sangat berhati-hati dalam hal menambah atau menanamkan modal kepada para pemilik usaha rintisan. Oleh karena itu, para pelaku usaha startup perlu untuk mencari celah agar dapat terus menjaga keberlangsungan bisnis di tengah resesi ekonomi global, khususnya dalam menjaga hubungan dengan investor.

Menurut FX Iwan selaku CEO dari Jagartha Advisors, sebuah perusahaan penasihat investasi independen, para pelaku usaha rintisan perlu memperhatikan posisi lini usahanya pada saat ini, antara lain dari efisiensi alokasi anggaran dalam melakukan kegiatan “bakar uang” atau burn rate dan estimasi runway yang dimiliki sebelum sampai kehabisan modal. Selanjutnya, para pemilik usaha dapat mengevaluasi kelayakan model bisnis pada saat ini dibandingkan dengan tiga bulan hingga tiga tahun ke depan. Tidak kalah penting, mengatur strategi untuk memelihara hubungan dengan investor jangka panjang juga haruslah diperlukan.

Terkait menjaga "mood" investor agar tetap tinggi di tengah tantangan krisis, FX Iwan menilai bahwa para pemilik usaha dapat melakukan tiga pendekatan berikut:

“Salah satu skenario yang mulai banyak dijalankan oleh perusahan [pada] saat ini ialah merumahkan karyawan, membatalkan kemitraan, menunda pembayaran, sampai mengurangi gaji karyawan demi menjaga beban operasional dan pendapatan agar tetap di level rasional, yang mana skenario ini sudah disepakati secara legal oleh pihak-pihak terkait,” jelas FX Iwan.

Harus jeli dengan aspek legal

Aspek legal merupakan salah satu elemen penting bagi manajemen sebelum melakukan aksi masif, seperti pengurangan beban operasional atau pembatalan kemitraan. Di tengah pandemi Covid-19, penerapan prinsip hukum force majeure menjadi pilihan perusahaan untuk membatalkan atau mengubah ketentuan hubungan dengan pihak-pihak, baik di luar mau pun di dalam perusahaan, termasuk dengan karyawan. Namun, penting untuk diingat, walau pun force majeure merupakan ketentuan yang berlaku secara umum dalam hukum perdata di Indonesia, keberlakuannya akan dilihat secara kasus per kasus (case by case basis), dan biasanya akan kembali kepada persetujuan dari para pihak yang terlibat, atau bahkan perlu dibawa untuk diputuskan oleh suatu proses ajudikasi/persidangan yang berlaku sebelum prinsip force majeure dapat diterapkan.

Selaku praktisi hukum yang banyak bergelut di bidang perusahaan rintisan, Alvin Suryohadiprojo mengungkapkan bahwa para pengusaha startup harus melakukan penilaian mandiri sebelum menerapkan prinsip force majeure dalam kontrak-kontrak bisnis mereka. Untuk memiliki argumen yang kuat, perusahaan harus bisa membuktikan bahwa benar telah terjadi suatu keadaan memaksa yang terjadi di luar kendali dan menghambat kegiatan normal dari bisnis mereka serta tidak ada itikad buruk yang mendasari.

Perusahaan startup perlu menyiapkan argumen dan bukti dokumen yang kuat atas ketidakmampuannya dalam melangsungkan/melaksanakan berbagai kontrak bisnis yang mereka miliki ketika menghadapi sebuah kejadian memaksa, termasuk pandemi Covid-19. Bagi pelaku usaha yang masih dapat menjalankan aktivitas bisnis secara normal (Business as Usual) selama masa pandemi Covid-19, mungkin akan susah membangun argumen yang menyatakan bahwa terjadi suatu kejadian force majeure.

Pada prinsipnya hal-hal berikut ini perlu diperhatikan oleh perusahaan yang ingin menerapkan force majeure dalam hubungan hukum mereka dengan pihak lain di luar atau di dalam perusahaan, terutama dalam kaitannya dengan kontrak/perjanjian bisnis:

“Pelaku usaha, baik rintisan atau pun yang sudah berdiri sejak lama, dapat meminta pendampingan dari firma hukum eksternal untuk mendapatkan masukan atau pun pandangan legal yang lebih komprehensif demi mempertahankan keberlangsungan bisnisnya,” tutup Alvin.

Tags

Tips Tips & Trick tips & trik Trick trik perusahaan bisnis investasi Startup hukum pandemik COVID-19 coronavirus virus ekonomi ekonomi digital digital indonesia teknologi keuangan survei laporan strategi Simulasi management kontrak

Share Artikel