Masyarakat adat, perempuan, anak muda, pastoralist nomaden, dan masyarakat lokal adalah pembaharu dalam isu kelingkungan dan restorasi ekosistem. Ini adalah salah satu penempuan penting dari 2021 Asia Land Forum, suatu acara yang diadakan oleh International Land Coalition (ILC) Asia dan Indigenous Peoples’s Pact (AIPP), yang juga merupakan anggota dari ILC. Di hari penutupan acara pada tanggal 29 Oktober, anak-anak muda yang menjadi anggota ILC juga mengekspresikan suara mereka dan menekankan pentingnya partisipasi mereka dalam proses pembuatan keputusan karena mereka adalah pemimpin masa depan kelak.
Di banyak negeri Asia, tingginya angka penggangguran terkait dengan tingginya kesulitan memiliki lahan merujuk kepada korelasi yang deka tantara kemiskinan anak muda dan pentingnya akses ke lahan. Namun banyak anak muda di Asia yang semakin menyadari hak-hak mereka dan ingin memberikan kontribusi positif kepada masyarakat.
“Sebagai seorang anak perempuan dari petani, sudah menjadi panggilan saya untuk bergabung dengan gerakan agraria anak muda di Indonesia. Saya sudah menyaksikan sendiri dampak kesenjangan lahan; banyaknya konflik lahan dan minimnya ketersediaan lahan bagi petani dan masyarakat karena adanya perkebunan sawit, pertanian, monokultur, dan perkebunan hutan yang dimiliki pemerintah. Saya berharap acara Asia Land Forum ini dapat menjadi forum bagi kami, anak muda, untuk bertukar pikiran,” kata Lela Sari, anggota Serikat Petani Pasundan di Jawa Barat, yang juga sering bekerja dengan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA, salah satu anggota ILC).
“Kita perlu melihat anak muda tidak hanya dalam jumlah, tapi sebagai individu yang mampu membuat perbedaan, yang mampu memfasilitasi perubahan dan mencapai cita-cita kita. Tenaga anak muda dan pengalaman generasi tua jika digabungkan akan menjadi formula yang bagus untuk membuat perbedaan,” kata Mohsin Khan, aktivis anak muda dari Ekta Parishad India, yang juga anggota ILC.
Dalam banyak komunitas masyarakat anak muda juga mulai memimpin dan memperjuangkan hak mereka. Mereka semakin paham peran mereka sebagai pembaharu. Sepanjang Asia Land Forum, para peserta juga menyetujui bahwa ha katas tanah adalah hal penting bagi kehidupan masyarakat di kawasan ini. Namun sayangnya, banyak pemerintah di Asia masih kurang serius dalam mengenali pentingnya lahan bagi masyarakat.
“Kita dengan jelas melihat minimnya pelaporan target Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) yang terkait dengan lahan. Apa yang bisa kita lakukan untuk mendorong Negara Anggota untuk melaporkan hak atas tanah? Kita harus mengedepankan pentingnya lahan di dalam Agenda 2030 karena tanpa lahan, kita tidak bisa membasmi kemiskinan, mencapai kesetaraan gender, dan memulihkan planet kita, di antara isu-isu lain,” kata Rukshana Nanayakkara, Ahli Kebijakan Global dan Advokasi dari ILC.
Gam Shimray, Sekretaris-Jendral dari AIPP, mengakhiri acara ini dengan menekankan bahwa hak atas tanah adalah kunci untuk mencapai kesetaraan. “Tidak akan ada perdamaian tanpa reforma agraria. Inilah yang diperjuangkan oleh masyarakat adat. Kita semua ingin memutarbalikkan kesenjangan yang terjadi secara historis. Kita semua bersatu untuk reforma agraria.”