istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
porno izleporno izleporno izleporno izleporno izlepornopornopornopornopornopornopornoporniocoolpornpornspotsex pornosex pornosex pornosex hikayesex hikaye
REVIEW

Ada Kekhawatiran AI Gantikan Peran Guru, Benarkah?

NanaMiku   24 May 2023
Ada Kekhawatiran AI Gantikan Peran Guru, Benarkah?

Pesatnya perkembangan teknologi generasi 4.0, yang salah satunya ditandai dengan kehadiran sistem kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), menimbulkan kekhawatiran di berbagai bidang. Misalnya di pasar tenaga kerja, ada kekhawatiran industri 4.0 akan menurunkan bahkan menghilangkan permintaan beberapa jenis pekerjaan karena tergantikan oleh mesin maupun AI.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) indonesia, dalam kajian terbarunya, menyatakan ada potensi 23 juta orang terancam kehilangan pekerjaan pada 2030 sebagai dampak dari perkembangan teknologi dan digitalisasi. Kajian tersebut mengatakan bahwa karakteristik pekerjaan yang terancam antara lain adalah pekerjaan yang terstandarisasi, dapat dilakukan dengan bantuan teknologi, tingkat risiko kecelakaan kerja tinggi, serta pekerjaan yang kurang fleksibel.

Kondisi ini perlu disikapi dengan adanya upaya pengembangan keterampilan serta kompetensi baru agar pekerja dapat mengikuti perkembangan zaman. Karena itulah, sektor pendidikan memiliki peran penting dalam menyiapkan generasi yang mampu mengikuti perkembangan teknologi dan kebutuhan zaman. Di sisi lain, bidang pendidikan juga menghadapi ancaman dengan adanya kehadiran kecerdasan buatan.

“Ada kekhawatiran, pada suatu saat nanti, kecerdasan buatan akan menggantikan peran guru atau dosen,” kata Dekan Sekolah STEM Universitas Prasetiya Mulya, Dr. Stevanus Wisnu Wijaya, dalam acara Teachers Gathering 2023 yang diadakan Universitas Prasetiya Mulya (Prasmul) di Hotel The Westin Jakarta. “Namun, kekhawatiran itu bisa disikapi secara positif. Kehadiran AI jangan dilihat sebagai sebuah ancaman, justru sebagai sebuah kesempatan untuk mendukung proses pendidikan.”

Salah satu manfaat kecerdasan buatan dalam dunia pendidikan, kata Wisnu, adalah menjadikan AI sebagai sumber pengetahuan untuk membangun inovasi baru. Menurutnya, jika dimanfaatkan dengan baik, AI bisa menghadirkan pengalaman belajar yang lebih baik dan menarik bagi siswa. Dengan demikian, para siswa akan terdorong untuk menjadi lebih kreatif yang pada akhirnya bisa turut berperan dalam perkembangan teknologi itu sendiri, dengan menjadi co-creator dan inovator teknologi-teknologi baru.

Stevanus melanjutkan, bahwa bagi guru, AI sangat potensial dimanfaatkan sebagai alat untuk menganalisis data. Dengan kemampuan kecerdasan buatan yang terus berkembang, para guru bisa menggunakan hasil analisis tersebut untuk membuat pemetaan minat dan bakat para siswa, hingga merancang model pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan. “Kehadiran AI akan mendorong banyak inovasi di bidang pendidikan,” ujarnya.

Dalam acara yang sama, Dekan Sekolah Hukum dan Studi Internasional Prasmul, Dr. Noer Hassan Wirajuda, mengatakan bahwa para pendidik juga harus peka dalam melihat tren dalam proses pembelajaran. Baru-baru ini, Pusat Studi Kebangsaan Indonesia Universitas Prasetiya Mulya melakukan surve terhadap 1.600 mahasiswa dari seluruh Indonesia untuk mengetahui cara belajar dan bagaimana mereka mendapatkan pengetahuan.

“Dari survei itu terungkap, para siswa belajar melalui internet dan media sosial. Sisanya, sebanyak 26 persen menjawab belajar dari kelas, dan 16 persen lainnya belajar dari buku,” ujar Hassan yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Studi Kebangsaan Prasmul. Hasil survei ini, kata dia, memperlihatkan tren baru yang bisa menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pendidik. Karena survei tersebut juga menunjukkan para anak didik menginginkan proses pembelajaran yang lebih interaktif.

Menurut Hassan, para pendidik, guru maupun dosen, harus siap menghadapi perubahan tersebut dan menangkap keinginan para anak didiknya. “Guru perlu mengembangkan metode baru dalam pembelajaran yang lebih interaktif, tanpa mengurangi kualitas muatan ilmu yang disampaikan.” Sebagai contoh, ujar Hassan, para pendidik bisa memanfaatkan media sosial, kecerdasan buatan, sampai teknologi metamesta (metaverse) untuk memberikan materi pendidikan secara multimedia, sehingga proses belajar para siswa menjadi lebih menarik.

Teknologi berkembang, revisi kurikulum harus lebih cepat

Semenatara itu Ketua Yayasan Guru Belajar Bukik Setiawan menekankan pentingnya penguatan pengembangan keahlian dan kemampuan guru. Menurutnya, saat ini kapasitas program pengembangan guru sangat kecil sehingga berjalan lamban. “Setiap tahun, pemerintah hanya menyediakan ruang pengembangan kapasitas untuk 300 ribu guru, tidak sebanding dengan kebutuhannya. Maka tak heran jika banyak pendidik yang merasa kesulitan mengikuti perubahan.”

Menurut Bukik, para kenyataannya, saat ini di Indonesia perubahan kurikulum terhitung lamban. “Idealnya revisi atau penyesuaian kurikulum itu dilakukan setiap tahun, berdasarkan hasil evaluasi. Terlebih dengan pesatnya perkembangan teknologi seperti sekarang.” Namun, ia menambahkan, perubahan kurikulum per lima tahun saja sudah terasa terlalu cepat, karena pengembangan kapasitas gurunya yang juga berjalan lamban. “Para pendidik jadi terkesan kewalahan mengikuti perkembangan zaman.”

Salah satu solusinya yang bisa dilakukan untuk mengatasi persoalan itu, kata Bukik, bisa dimulai dari institusi pendidikan. “Caranya dengan menambah anggaran dan memprioritaskan program pengembangan kapasitas dan kemampuan guru.” Saat ini, ia menjelaskan, rata-rata setiap sekolah di Indonesia hanya menganggarkan bujet sebesar 0-2 persen dari total anggaran sekolah untuk kebutuhan pengembangan guru.

“Kebanyakan institusi pendidikan masih memprioritaskan anggaran mereka untuk pembangunan fasilitas dan prasarana. Padahal pengembangan kapasitas guru sangat penting.” Idealnya, ujar Bukik, institusi pendidikan menyiapkan minimal 20 persen anggarannya untuk kebutuhan pengembangan guru. “Kita perlu mendorong para pendidik untuk maju dan berkembang.”

KOMENTAR & SHARE ARTIKEL
JurnalApps
Jurnal Apps adalah website media yang fokus dalam membahas segala hal yang berkaitan dengan aplikasi mobile. Jurnal Apps berisi informasi review, bedah produk, berita terbaru dan video aplikasi untuk mobile.
Hubungi Kami

Menara Anugrah 20th Floor - Jl. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Lot 8.6-8.7. Kawasan Mega Kuningan Jakarta Selatan 12950. Indonesia

+62 21 5785 3978

redaksi@jurnalapps.co.id

Find us on social media
Add Friends
To Top