istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
istanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escortsistanbul escorts
porno izleporno izleporno izleporno izleporno izlepornopornopornopornopornopornopornoporniocoolpornpornspotsex pornosex pornosex pornosex hikayesex hikaye
REVIEW

88% Orang di Asia-Pasifik Percaya Teknologi Bisa Dukung Karir Lebih Baik dari Manusia

en19ma   15 Nov 2021
88% Orang di Asia-Pasifik Percaya Teknologi Bisa Dukung Karir Lebih Baik dari Manusia

Saat ini, banyak orang khususnya karyawan yang beralih ke robot untuk mendukung pengembangan karir mereka. Pandemi COVID-19 telah membuat orang jadi merasa kesepian dan terputus dari kehidupan mereka sendiri, menurut sebuah studi baru oleh Oracle dan Workplace Intelligence, sebuah perusahaan penelitian dan penasihat SDM.

Studi terhadap lebih dari 14.600 karyawan, manajer, pemimpin SDM, dan eksekutif “C level” di 13 negara menemukan bahwa orang-orang di seluruh dunia merasa “stuck” dalam kehidupan pribadi dan profesional mereka, dan menginginkan untuk dapat kembali mengontrol masa depan mereka. Lebih dari 6.000 responden dari negara-negara Asia-Pasifik, termasuk Australia, Cina, India, Jepang, Korea, dan Singapura, telah mengikuti studi global ini.

Tenaga kerja Asia-Pasifik merasa kesepian, terputus, dan lepas kendali

Lebih dari setahun, dunia ini berada dalam masa ‘lockdown’ dan ketidakpastian yang berkelanjutan akibat pandemi, sehingga membuat banyak pekerja berada dalam gejolak emosional, merasa seperti hidup dan karier berada di luar kendali mereka sendiri, namun diketahui bahwa telah ada banyak perusahaan yang mulai memperhatikan dan mengambil langkah-langkah untuk dapat melindungi kesehatan mental dari karyawan mereka.

  • 80% merasa terkena dampak negatif dari tahun lalu, banyak yang kesulitan dari sisi finansial (31%); menderita penurunan kesehatan mental (29%); motivasi karir jadi berkurang (25%); merasa lebih kesepian (25%); dan merasa terputus dari kehidupan mereka sendiri (22%).
  • 63% menganggap bahwa tahun 2021 sebagai tahun yang paling menimbulkan stres di tempat kerja. Lebih dari setengah (55%) merasa berjuang dengan kesehatan mental di tempat kerja lebih banyak pada tahun 2021 daripada pada tahun 2020
  • Jumlah orang yang merasa kurang atau tidak memiliki kontrol atas kehidupan pribadi dan profesional mereka meningkat jadi setengahnya sejak awal pandemi. Orang-orang merasa bahwa mereka telah kehilangan kontrol terutama atas kehidupan pribadi mereka (47%); masa depan (46%); dan keuangan (45%)
  • 77% merasa terjebak dalam kehidupan pribadi mereka, merasa cemas tentang masa depan mereka (32%); terjebak dalam rutinitas yang sama (27%); dan menderita secara finansial (25%).
  • Namun, pada sisi positifnya, mayoritas (78%) juga merasa bahwa perusahaan mereka sekarang lebih peduli untuk melindungi kesehatan mental mereka daripada sebelum pandemi.

Orang-orang termotivasi untuk melakukan perubahan, tetapi menghadapi tantangan besar

Terlepas dari kesulitan yang dihadapi selama setahun terakhir, orang-orang di Asia-Pasifik sangat ingin membuat perubahan dalam kehidupan profesional mereka.

  • 93% menggunakan tahun lalu untuk merenungkan kehidupan mereka dan 90% mengatakan bahwa arti kesuksesan telah berubah bagi mereka sejak pandemi, dengan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kerja (43%); kesehatan mental (38%); dan fleksibilitas tempat kerja (34%) sekarang menjadi prioritas utama.
  • 78% merasa terjebak secara profesional, karena mereka tidak memiliki peluang pertumbuhan untuk memajukan karier mereka (27%) dan terlalu terbebani untuk melakukan perubahan (23%).
  • 72% mengatakan bahwa mereka merasa terjebak dalam karier yang telah berdampak negatif pada kehidupan pribadi mereka juga, dengan menambah stres dan kecemasan yang ekstra (42%); berkontribusi pada perasaan yang terjebak secara pribadi (31%); dan mengalihkan fokus dari kehidupan pribadi mereka (28%).
  • 84% siap untuk melakukan perubahan karier, tetapi 79% mengatakan bahwa mereka menghadapi hambatan yang besar. Hambatan terbesar termasuk ketidakstabilan keuangan (24%); tidak mengetahui perubahan karir apa yang cocok bagi mereka (23%); tidak merasa cukup percaya diri untuk melakukan perubahan (22%); dan tidak melihat peluang pertumbuhan di perusahaan mereka (22%).
  • Memasuki tahun 2022, pengembangan profesional menjadi prioritas utama, dengan banyak orang yang rela untuk melepaskan manfaat utama seperti pengaturan kerja yang fleksibel (60%); waktu liburan (55%); dan bahkan bonus uang (52%) atau sebagian dari gaji mereka (48%) untuk peluang karir yang lebih banyak.
  • Namun, 86% tenaga kerja di Asia-Pasifik tidak puas dengan dukungan perusahaan mereka. Mereka mencari organisasi untuk memberikan lebih banyak pembelajaran dan pengembangan keterampilan (38%); peluang untuk peran yang baru dalam perusahaan mereka (32%); dan lebih banyak fleksibilitas dalam tempat kerja (32%).

Karyawan di Asia Pasifik haus akan keterampilan baru dan beralih ke teknologi untuk mendapatkan bantuan

Untuk mempertahankan dan menumbuhkan talenta terbaik di tengah perubahan dinamika tempat kerja, perusahaan perlu untuk lebih memperhatikan kebutuhan karyawan dari sebelumnya dan memanfaatkan teknologi untuk memberikan dukungan yang lebih baik.

  • 89% ingin teknologi untuk membantu menentukan masa depan mereka dengan merekomendasikan cara untuk mempelajari keterampilan yang baru (40%); mengidentifikasi keterampilan yang perlu mereka kembangkan (39%); dan dapat memberikan saran atas langkah selanjutnya untuk maju menuju tujuan karir mereka (37%).
  • 82% akan membuat perubahan hidup berdasarkan rekomendasi robot atau teknologi.
  • 88% percaya robot dan teknologi dapat mendukung karir mereka secara lebih baik daripada manusia karena dapat memberikan rekomendasi yang tidak bias (41%); memberikan sumber daya yang disesuaikan dengan keterampilan atau tujuan mereka pada saat ini (38%); atau menjawab pertanyaan tentang karir mereka dengan cepat (37%).
  • Banyak orang yang percaya bahwa manusia masih memiliki peran penting dalam pengembangan karir dan percaya bahwa manusia lebih baik dalam memberikan dukungan dengan menawarkan nasihat berdasarkan pengalaman pribadi (45%); mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan (43%); dan mencari di luar resume kerja untuk merekomendasikan peran yang sesuai dengan kepribadian (39%).
  • 91% percaya bahwa perusahaan mereka harus berbuat lebih banyak untuk mendengarkan kebutuhan mereka dan 61% lebih mungkin bertahan di perusahaan yang menggunakan teknologi canggih seperti AI untuk mendukung pertumbuhan karier.

“Satu setengah tahun terakhir ini bagi banyak orang telah mengubah cara mereka [untuk] bekerja, termasuk di mana kita bekerja dan untuk siapa kita bekerja. Meski pun ada banyak tantangan bagi karyawan dan pemberi kerja, ini merupakan peluang untuk mengubah tempat kerja menjadi lebih baik,” kata Dan Schawbel, mitra pengelola, Workplace Intelligence. “Hasilnya dengan jelas menunjukkan bahwa investasi dalam pengembangan keterampilan dan karir sekarang [telah] menjadi pembeda utama bagi perusahaan karena memainkan peran [yang] penting dalam kenyamanan karyawan seperti mereka memiliki kendali atas kehidupan pribadi dan profesional mereka. Perusahaan yang berinvestasi pada karyawan mereka dan membantu mereka [dalam] menemukan peluang akan menuai manfaat dari tenaga kerja yang lebih aktif dan produktif.”

“Sejak pandemi satu setengah tahun yang lalu, pola dan model lingkungan kerja di Indonesia dan negara lainnya mengalami perubahan yang drastis baik dalam cara kita bekerja, di mana kita bekerja [mau pun] untuk siapa kita bekerja. Akibatnya, banyak karyawan [yang] mengevaluasi kembali [mengenai] apa arti dari kesuksessan bagi diri mereka sendiri, dan berusaha untuk mendapatkan kembali tali kendali agar bisa mengkontrol baik kehidupan pribadi mau pun karier pekerjaan mereka,” kata Iman Muhammad, Head of Applications, Oracle Indonesia.

“Untungnya, saat ini ada teknologi yang dapat membantu untuk memandu karyawan di perusahaan dan mereka yang ingin maju, harus siap untuk menerimanya. Bagi pelaku bisnis di Indonesia, studi ini merupakan "call to action” yang sangat jelas. Dengan memanfaatkan teknlogi yang tepat, seperti AI untuk SDM, akan membantu karyawan dalam mempelajari keterampilan [yang] baru untuk kemajuan karier karyawan tersebut, dan juga memungkinkan mereka untuk dapat sukses di lingkungan kerja masa depan,” tambah Iman.

"Kecemasan dan tingkat stres orang meningkat [di] saat mereka menemukan dan beradaptasi dengan perubahan yang tidak diketahui. Kerja jarak jauh dan interaksi fisik yang terbatas semakin membatasi pemahaman dan berbagi informasi, menghasilkan keterlibatan, kolaborasi, dan kepercayaan yang lebih rendah," kata Peter Leow, Direktur Sumber Daya Manusia, The Salvation Army International. "Robot dan AI dapat membantu [untuk] menjembatani beberapa kesenjangan ini untuk menghubungkan dan memperkuat minat dan hubungan antar sesama, meningkatkan budaya kerja melalui berbagi informasi dengan efektif. Ini memungkinkan pemberdayaan, eksplorasi, dan eksperimen dalam lingkungan yang aman dan terkendali dengan transparansi dan konsistensi untuk meningkatkan kreativitas, efisiensi, dan efektivitas!”

Sumber Informasi lainnya:

Metodolgi Survey

Temuan penelitian didasarkan pada survei yang dilakukan oleh Savanta, Inc. di AS, Inggris, UEA, Prancis, Belanda, Jerman, Brasil, India, Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Australia antara tanggal 27 Juli 2021 hingga 17 Agustus 2021. Untuk survei ini, sebanyak 14.639 (dari 6.111 berasal dari Asia Pasifik) eksekutif C-suite, pemimpin SDM, manajer, dan karyawan tetap ditanyai pertanyaan umum tentang dampak COVID-19 di tempat kerja, AI dan pengembangan karier, dan Adopsi AI di tempat kerja. Penelitian ini menargetkan karyawan tetap yang berusia 22 hingga 74 tahun. Responden direkrut melalui sejumlah mekanisme yang berbeda, melalui sumber yang berbeda untuk bergabung dengan panel dan berpartisipasi dalam survei riset pasar. Semua panelis telah melewati proses double opt-in dan menyelesaikan rata-rata sebanyak 300 poin data profiling sebelum mengambil bagian dalam survei ini. Responden diundang untuk mengambil bagian melalui e-mail dan diberikan insentif uang kecil untuk melakukannya. Hasil sampel apa pun tunduk pada variasi sampling. Besarnya variasi dapat diukur dan dipengaruhi oleh jumlah wawancara dan tingkat persentase yang mengungkapkan hasil. Dalam studi khusus ini, kemungkinannya adalah 95 dalam 100 bahwa hasil survei tidak bervariasi, plus atau minus, lebih dari 0,8 poin persentase dari hasil yang akan diperoleh jika wawancara telah dilakukan dengan semua orang di dunia ini yang diwakili oleh Sampel.

KOMENTAR & SHARE ARTIKEL
JurnalApps
Jurnal Apps adalah website media yang fokus dalam membahas segala hal yang berkaitan dengan aplikasi mobile. Jurnal Apps berisi informasi review, bedah produk, berita terbaru dan video aplikasi untuk mobile.
Hubungi Kami

Menara Anugrah 20th Floor - Jl. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Lot 8.6-8.7. Kawasan Mega Kuningan Jakarta Selatan 12950. Indonesia

+62 21 5785 3978

redaksi@jurnalapps.co.id

Find us on social media
Add Friends
To Top